Islamic Relief

Aku Tak Selalu Mendapatkan Apa yang Aku Sukai, Oleh karena itu Aku Selalu Menyukai Apapun yang Aku dapatkan

Friday 17 February 2012


Kata-kata di atas merupakan wujud syukur. Syukur merupakan kualiti hati yang terpenting. Dengan bersyukur kita akan senantiasa diliputi rasa damai, tenteram dan bahagia. Sebaliknya, perasaan tak bersyukur akan senantiasa membebani kita. Kita akan selalu merasa kurang dan tak bahagia.

Kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki.

Katakanlah anda telah memiliki sebuah rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan pasangan yang terbaik. Tapi anda masih merasa kurang. Pikiran anda dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah yang besar dan indah, kareta mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan lebih banyak wang.


Kita ingin ini dan itu. Bila tak mendapatkannya kita terus memikirkannya. Tapi anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tak puas, kita ingin yang lebih lagi.

Jadi, betapapun banyaknya harta yang kita miliki, kita tak pernah menjadi “KAYA” dalam erti yang sesungguhnya.

Mari kita luruskan pengertian kita mengenai orang kaya. Orang yang kaya bukanlah orang yang memiliki banyak hal tetapi orang yang dapat menikmati apapun yang mereka miliki. Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tapi kita perlu menyadari bahwa inilah punca perasaan tak tenteram. Kita dapat mengubah perasaan ini dengan berfokus pada apa yang sudah kita miliki.

Cobalah lihat keadaan di sekeliling Anda, pikirkan yang Anda miliki, dan syukurilah. Anda akan merasakan nikmatnya hidup. Pusatkanlah perhatian Anda pada sifat-sifat baik atasan dan orang-orang di sekitar Anda.

Mereka akan menjadi lebih menyenangkan.  Seorang pengarang pernah mengatakan,

”Menikahlah dengan orang yang Anda cintai, setelah itu cintailah orang yang Anda nikahi.”

Ini perwujudan rasa syukur.

Ada cerita menarik mengenai seorang atuk yang mengeluh karena tak dapat membeli kasut, padahal kasutnya sudah lama rusak. Suatu petang ia melihat seseorang yang tak mempunyai kaki, tapi tetap ceria. Saat itu juga si atuk berhenti mengeluh dan mulai bersyukur.

Hal kedua yang sering membuat kita tak bersyukur adalah kecenderungan membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih bertuah. Kemanapun kita pergi, selalu ada orang yang lebih pandai, lebih handsome, lebih cantik, lebih percaya diri, dan lebih kaya dari kita.

Saya ingat, pertama kali bekerja saya senantiasa membandingkan penghasilan saya dengan rakan-rakan semasa kuliah. Perasaan ini membuat saya resah dan gelisah. Sebagai bekas mahasiswa teladan di kampus, saya merasa gelisah setiap mengetahui ada kawan satu kelas yang memperoleh gaji lebih besar daripada saya.

0 Comments: